Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan dan mendukung kesejahteraan petani lokal, Gerakan Nasional Tani Kemandirian Pangan (Genta Pangan) mendorong masyarakat untuk membeli hasil pertanian dari petani lokal. Langkah ini bertujuan untuk memastikan perputaran ekonomi yang sehat dan mendukung kembalinya Indonesia menuju swasembada pangan. Dengan membeli produk pertanian lokal, kita tidak hanya mendukung petani, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional.
Inovasi Teknologi Nano dalam Pertanian: Efisiensi dan Produktivitas yang Lebih Tinggi
Genta Pangan berkomitmen mendukung petani Indonesia dengan mengadopsi pupuk berteknologi Nano. Teknologi ini mampu memberikan solusi efektif dalam mengatasi masalah gagal panen, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, serta menghasilkan panen yang lebih melimpah. Pupuk Nano, yang berbentuk kapsul, dirancang dengan sangat efisien; hanya dengan 3 butir kapsul yang dicampur dengan 5 liter air, dapat digunakan untuk menyirami satu hektar sawah. Ini merupakan terobosan besar bagi petani, karena memungkinkan mereka untuk mengurangi biaya dan upaya yang diperlukan dalam perawatan tanaman.
Selain itu, penggunaan drone untuk menyirami sawah memperkenalkan era baru dalam pertanian modern, di mana teknologi digunakan untuk meningkatkan produktivitas. Dengan pupuk berteknologi Nano ini, kualitas beras yang dihasilkan lebih sehat dan aman dikonsumsi. Teknologi ini juga membantu mencegah penyakit degeneratif yang sering kali dikaitkan dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Selain hasil panen yang lebih banyak, petani juga bisa melakukan panen hingga tiga kali dalam setahun tanpa perlu menanam bibit baru setelah setiap kali panen.
Kehilangan Hutan dan Tantangan Rehabilitasi
Namun, di tengah inovasi teknologi di sektor pertanian, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal kelestarian lingkungan. Pernyataan dari World Resource Institute, sebuah lembaga riset di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa Indonesia telah kehilangan 72 persen hutan alamnya, dengan rata-rata kehilangan 3,4 juta hektar hutan per tahun. Data resmi dari pemerintah juga menunjukkan bahwa luas kawasan hutan yang sebelumnya mencapai 44 juta hektar pada tahun 1950-an, kini menyusut drastis menjadi hanya 9,24 juta hektar pada akhir tahun lalu, dengan kondisi yang dikategorikan kritis.
Upaya rehabilitasi hutan pun menghadapi kendala besar, terutama terkait dengan pendanaan. Saat ini, meskipun diperlukan dana untuk rehabilitasi hampir 60 juta hektar lahan, hanya sekitar satu juta hektar yang bisa direhabilitasi setiap tahun. Itu pun dana yang ada hanya mencakup biaya penanaman, tanpa memperhitungkan biaya pemeliharaan jangka panjang selama puluhan tahun ke depan.
Peran Koperasi dan Teknologi Microbiology dalam Keberlanjutan Lingkungan
Meskipun Departemen Kehutanan telah mencoba melibatkan masyarakat adat terpencil melalui peran koperasi, hasilnya masih belum maksimal. Koperasi petani saat ini berada dalam posisi yang lemah akibat kegagalan gerakan koperasi selama era Orde Baru yang dikelola secara amatir. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap koperasi petani.
Selain itu, penerapan teknologi microbiology yang dapat menghasilkan produk organik, meningkatkan produktivitas, ramah lingkungan, dan aman untuk dikonsumsi, masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh konflik kepentingan dengan perusahaan-perusahaan besar, terutama produsen pupuk kimia dan transgenik, yang memiliki akses untuk melobi pihak pemerintah.
Gerakan Nasional Tani Kemandirian Pangan (Genta Pangan) hadir sebagai inisiatif yang mengedepankan solusi praktis dan inovatif untuk mendukung petani lokal dan menjaga kelestarian lingkungan. Dengan menggabungkan teknologi modern seperti pupuk Nano dan penggunaan drone, serta dukungan terhadap pertanian organik dan pelestarian hutan, Genta Pangan berupaya menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan seimbang. Dengan dukungan dari semua pihak, Indonesia bisa kembali mencapai swasembada pangan dan memulihkan kelestarian lingkungan yang semakin terancam.
